Operasi Penjumlahan Dan Perkalian Pada Himpunan

Dalam aljabar tidak hanya dibahas perihal himpunan tetapi juga himpunan bersama dengan operasi penjumlahan dan pergandaan yang didefinisikan pada himpunan.
Definisi I.1
Misalkan A himpunan tidak kosong. Operasi biner * pada A yakni pemetaan dari setiap pasangan berurutan x, y dalam A dengan sempurna satu anggota x * y dalam A.

Himpunan bilangan bulat Z memiliki dua operasi biner yang dikenakan padanya yaitu penjumlahan (+) dan pergandaan (.). Dalam hal ini untuk setiap pasangan x dan y dalam Z, x+y dan x.y dikawankan secara tunggal dengan suatu anggota dalam Z.

Operasi biner memiliki dua bab dari definisi yaitu:
1. terdefinisikan dengan baik (well-defined) yaitu untuk setiap pasangan berurutan x, y dalam A dikawankan dengan sempurna satu nilai x*y.
2. A tertutup di bawah operasi * yaitu untuk setiap x, y dalam A maka x*y masih dalam A.

Contoh :
Diketahui N himpunan semua bilangan bundar positif. Didefinisikan * dengan aturan x*y = x-y.
Karena 3, 5 dalam N dan 3*5 = 3-5 = -2 tidak berada dalam N maka N tidak tertutup di bawah operasi * sehingga * bukan operasi biner pada N.

Contoh :
Didefinisikan operasi # dengan aturan x # y = x +2y dengan x, y dalam N = {1, 2, 3, … }. Akan ditunjukkan bahwa # merupakan operasi biner.
Jelas bahwa # terdefinisikan dengan baik alasannya yakni rumus x+2y menunjukkan hasil tunggal untuk setiap x, y dalam N.

Untuk sebarang x, y dalam N maka terperinci bahwa x+2y masih merupakan bilangan bundar positif. Lebih jauh 2y + x > 0 bila x > 0 dan y > 0. Berarti hasil dari x+2y masih merupakan bilangan positif dan karenanya N tertutup di bawah operasi #.

Hukum-hukum Aljabar
Suatu sistim aljabar terdiri dari himpunan obyek dengan satu atau lebih operasi yang didefinisikan padanya. Bersama dengan hukum-hukum yang diharapkan dalam operasi.

Definisi I.2
Misalkan * operasi biner pada himpunan A.
(1) operasi * assosiatif bila (a*b)*c = a*(b*c) untuk semua a, b, c dalam A.
(2) operasi * komutatif bila a*b = b*a untuk semua a, b dalam A.

Dalam pembahasan selanjutnya hukum-hukum dasar aljabar untuk penjumlahan dan pergandaan yang didefinisikan pada bilangan bundar Z dan bilangan real R sebagai aksioma (axioms) yaitu diterima tanpa bukti.
Contoh :
Operasi * didefinisikan pada himpunan bilangan real R dengan a*b = (1/2)ab.
Akan ditunjukkan bahwa * assosiatif dan komutatif.
Karena (a*b)*c = (1/2 ab)*c
= (1/2)((1/2 ab)c)
= (1/4) (ab)c
dan pada sisi lain
a*(b*c) = a*((1/2) bc)
= (1/2) a((1/2) bc)
= (1/4)(ab)c
untuk semua a, b dan c dalam R maka * assosiatif. Karena a*b = (1/2)ab
= (1/2)ba = b*a untuk semua a, b dalam R maka * komutatif.

Contoh :
Operasi ⊕ didefinisikan pada bilangan bundar Z dengan aturan a ⊕ b = a + 2b.
Akan ditunjukkan bahwa ⊕ tidak komutatif dan tidak assosiatif.
Karena pada satu sisi
(a ⊕ b) ⊕ c = (a+2b) ⊕ c = (a+2b)+2c
dan pada sisi lain
a ⊕ (b ⊕ c) = a ⊕ (b+2c)
= a+2(b+2c)
= a+(2b+4c)
= (a+2b)+4c
dari kedua hasil tersebut tidak sama untuk c ≠ 0 maka ⊕ tidak assosiatif.
Karena a ⊕ b = a+2b dan b ⊕ a = b+2a dan kedua hasil ini tidak sama untuk a ≠ b maka ⊕ tidak
komutatif.

Terlihat bahwa aturan untuk * tidak menjamin bahwa himpunan X tertutup di bawah operasi *. Berikut ini diberikan suatu cara untuk menunjukan bahwa suatu himpunan tertutup terhadap suatu operasi.
Untuk menunjukan sifat tertutup dari suatu system X dimulai dengan dua sebarang anggota yang dioperasikan dengan operasi * dan lalu ditunjukkan bahwa hasilnya masih memenuhi syarat keanggotaan dalam X.
Untuk selanjutnya dalam goresan pena ini R2 dimaksudkan himpunan semua pasangan berurutan dari bilangan real R2 = { (a,b) | a, b dalam R }.

Contoh :
Misalkan ⊕ memiliki aturan (a,b) ⊕ (c,d) = (a+c, b+d).
Akan ditunjukkan bahwa R2 tertutup di bawah operasi ⊕ .
Untuk sebarang (a,b) dan (c,d) dalam R2 berlaku (a,b) ⊕ (c,d) = (a+c,b+d)
dengan a+c dan b+d dalam R sehingga (a+c,b+d) dalam R2.

Oleh alasannya yakni itu hasilnya merupakan pasangan berurutan dan tertutup di bawah operasi ⊕. Selanjutnya operasi < A, *> menyatakan himpunan A dan * merupakan operasi yang didefinisikan pada A.

Definisi I.3:
(1) < A,* > memenuhi aturan identitas asalkan A mengandung suatu anggota e sehingga e*a = a*e = a untuk semua a dalam A. Anggota A yang memiliki sifat demikian dinamakan identitas untuk < A,* >.
(2) < A, * > memenuhi aturan invers asalkan A mengandung suatu identitas e untuk operasi * dan untuk sebarang a dalam A terdapat suatu anggota a′ dalam A yang memenuhi a*a′ = a′*a = e. Elemen a′ yang memenuhi sifat di atas dinamakan invers dari a.

Sebagai contoh, Z mengandung identitas 0 untuk operasi penjumlahan dan untuk setiap a dalam Z, anggota –a memenuhi a+(-a) = (-a)+a = 0 sehingga a memiliki invers terhadap operasi penjumlahan dan < Z, + > memenuhi aturan invers. Di samping itu Z mengandung identitas 1 terhadap operasi pergandaan tetapi Z tidak mengandung invers terhadap pergandaan kecuali 1 dan -1.

Untuk menunjukan aturan identitas dilakukan dengan menduga anggota tertentu e dalam himpunan yang berlaku sebagai identitas dan lalu menguji apakah e*a = a dan a*e = a untuk sebarang a dalam himpunan.
Untuk menunjukan aturan invers dilakukan dengan sebarang anggota x dalam himpunan yang memiliki identitas e dan menduga invers dari x yaitu x′ dalam himpunan dan lalu menguji apakah x*x′ = e dan x′*x = e.

Contoh :
Bila operasi didefinisikan menyerupai pada Contoh I.6 maka akan dibuktikan bahwa aturan invers dan aturan identitas berlaku.
Diduga bahwa (0,0) merupakan anggota identitas. Karena untuk sebarang (a,b) dalam R2 berlaku
(0,0)+(a,b) = (0+a, 0+b) = (a,b) dan (a,b) + (0,0) = (a+0, b+0) = (a,b) maka (0,0) identitas dalam R2.
Bila diberikan sebarang (a,b) dalam R2 maka akan ditunjukkan (-a,-b) dalam R2 merupakan inversnya. Karena –a dan –b dalam R maka (-a,-b) dalam R2. Lebih jauh lagi, (a,b) ⊕ (-a,-b) = (a-a,b-b) = (0,0) dan (-a,-b) ⊕ (a,b) = (-a+a,-b+b) = (0,0) sehingga (-a,-b) merupakan invers dari (a,b) dalam R2 .

Contoh  :
Bila * didefinisikan pada R dengan aturan a*b = ab + a maka akan ditunjukkan bahwa < R, *> tidak memenuhi aturan identitas. Karena semoga a*e sama dengan a untuk semua a haruslah dimiliki ae + a = a sehingga e perlulah sama dengan 0.

Tetapi meskipun a*0 = a maka 0*a = 0*(a+0) = 0 yang secara umum tidak sama dengan a. Oleh alasannya yakni itu tidak ada e dalam R yang memenuhi a*e = a dan e*a = a. Terbukti bahwa tidak ada identitas dalam R terhadap *.
Blogger
Disqus

No comments